Desa Semambung berhasil menerapkan PSN dengan 3M
plus. Desa yang dulunya endemi, kini menjadi desa bebas DBD.
Pagi itu langit terlihat mendung.
Seorang perempuan muda menggunakan masker melangkah keluar dari sebuah rumah
sederhana di Desa Semambung, Kecamatan Kanor. Langkah kakinya cepat menyusuri
jalan paving di desa tersebut.
Ia masuk dari satu rumah ke rumah warga
lainnya. Di tangannya terlihat sebuah stiker warna merah dan hijau. Dengan
ramah pemilik rumah mempersilahkan wanita itu masuk kedalam rumah.
Bergegas wanita itu menuju sejumlah
ruangan. Ada sejumlah ruangan yang menjadi sasaran utamanya yakni kamar mandi
dan tempat penampungan air. Di tempat itu, wanita berjilbab itu membuka tutup
penampungan air, kemudian mengawasi sejenak air di dalamnya.
“Saya lagi memantau jentik,” kata
Nasriah.
Nasriah adalah salah satu kader pemantau
jentik (jumantik) Demam Berdarah Dengue (DBD) Desa Semambung. Ia memiliki tugas
untuk memantau jentik di tempat-tempat penampungan rumah warga setiap dua
minggu sekali.
“Selain memantau jentik, tugas saya
adalah mengingatkan kepada pemilik rumah untuk melakukan 3M plus,” sergah dia.
3M yang dimaksud adalah 3M Plus adalah
1) Menguras/membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air
seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air
lemari es dan lain-lain 2) Menutup rapat tempat-tempat penampungan air seperti
drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya; dan 3) Memanfaatkan kembali atau
mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat
perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
Selain itu, ditambahkan segala bentuk kegiatan pencegahan DBD lainnya, seperti 1) Menaburkan bubuk larvasida (lebih dikenal dengan abate) pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3) Menggunakan kelambu saat tidur; 4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk; 5) Menanam tanaman pengusir nyamuk, 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah; 7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.
Selain itu, ditambahkan segala bentuk kegiatan pencegahan DBD lainnya, seperti 1) Menaburkan bubuk larvasida (lebih dikenal dengan abate) pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3) Menggunakan kelambu saat tidur; 4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk; 5) Menanam tanaman pengusir nyamuk, 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah; 7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.
“Kalau ditemukan jentik, saya akan
memasangi stiker warna merah. Ini sebagai tanda bahwa dirumah ini ada jentiknya
dan perlu dilakukan pengawasan khusus. Sedangkan untuk rumah yang bebas jentik
kita pasangi stiker warna hijau,” kata Nasriah, mengungkapkan.
“Tapi jika jika di rumah itu sudah
terbebas jentik, maka stiker itu akan kita ganti dengan stiker warna hijau,”
lanjut dia.
Bagi Nasriah, menjadi kader jumantik
merupakan panggilan hati. Karena lima tahun lalu, desa berpenduduk kurang lebih
2.400 jiwa itu merupakan daerah endemik DBD. Banyak warga setempat yang
terserang penyakit yang bisa menyebabkan kematian tersebut.
Dari latar belakang itulah, dia
menginginkan kesadaran masyarakat meningkat untuk melakukan 3M plus. Meskipun
awalnya sulit karena tugasnya itu sempat mendapat tentangan dari beberapa
warga, namun dengan kukuh dan pantang menyerah Nasriah tetap rutin memantau
jentik dan mengingatkan warga untuk rutin melakukan 3M.
“Dulu sempat ada warga yang tidak mau
didatangi rumahnya. Bahkan, meminta saya menguras sendiri tempat mandi dan
penampungan air,” kenang Nasriah yang sudah menjadi kader jumantik sejak 2012
silam.
“Namun lama kelamaan warga mulai sadar,
mereka melakukan 3M secara rutin,” lanjut dia sambil tersenyum.
Tugas memantau jentik ini tak dilakukan
sendiri oleh Nasriah. Di Desa Semambung terdapat 10 kader jumantik. Mereka
memantau jentik di 130 kepala keluarga (KK) di 14 RT dan 3 RW yang tersebar di
dua dusun yakni Dusun Slandeng dan Mruwut. Dalam melaksanakan tugasnya, para
kader jumantik ini dibantu oleh para istri Ketua RT.
“Ini merupakan program pemerintah kepala
desa yang dulu. Saya tinggal meneruskan,” sambung Kepala Desa Semambung, Neny
Rahmawati dikonfirmasi terpisah.
Hanya saja, kegiatan kader jumantik ini
sempat vakum selama hampir setahun karena suasana politik di desa menjelang
pemilihan kepala desa (Pilkades). Namun, setelah Neny dilantik sebagai kepala
desa pada 16 April 2014, kader jumantik mulai diaktifkan kembali.
Bahkan untuk merangsang kinerja para
kader jumantik ini, pihak pemerintah desa (Pemdes) telah menganggarkan
honorarium bagi petugas dalam anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes).
Setiap kader mendapatkan honor sejumlah Rp1.200.000. Selain itu, juga
menganggarkan kebutuhan alat tulis kantor (ATK) bagi kader di antaranya untuk
pembelian masker dan pembuatan stiker.
“Kader jumantik ini sangat membantu
dalam membangkitkan budaya warga untuk melakukan pemberantasan DBD dengan cara
PSN,” tegas Ibu satu anak itu.
Sebab, dengan adanya pemantauan rutin
dari kader jumantik ini warga saling berlomba-lomba memberishkan rumahnya
terutama tempat mandi dan penampungan air. Karena setiap kali kader menemukan
jentik di rumah warga, maka akan dipasangi stiker warna merah dan mendapat pemantauan
khusus untuk menguras tempat penampungan air sehari sekali sampai
jentik-jentiknya hilang.
“Warga sekarang malu kalau di rumahnya
dipasangi stiker warna merah. Karena itu sebelum kader datang, mereka sudah
membersihkan semua tempat penampungan air,” ujar Neny, mengungkapkan.
Selain memberdayakan kader jumantik,
untuk menggerakkan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), desa yang pernah mewakili
Bojonegoro di tingkat Provinsi Jawa Timur di lomba PSN itu selalu
mensosialisasikan program tersebut melalui jamaah tahlil di masing-masing RT.
Dengan cara ini, kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan semakin
tinggi.
“Kesadaran itu semakin tumbuh paska
adanya sepuluh warga sini yang terserang DBD beberapa waktu lalu. Meskipun
virus penyakit itu dibawa penderita dari tempatnya kuliah di Malang dan
Surabaya, bukan dari sini,” kata Neny.
Tak hanya itu, Desa Semambung juga
melakukan kerja bakti rutin setiap seminggu sekali. Kerja bakti dilakukan di
selokan, makam, dan lingkungan yang terdapat genangan air hujan, sambil
melakukan abatisasi.
Para kader jumantik tersebut di bawah
arahan tim Sagasih Kecamatan Kanor. Disamping Semambung, Pemerintah Kecamatan
Kanor sekarang ini terus mendorong kepada semua desa di wilayahnya untuk
manggalakkan PSN. Sejumlah desa yang sedang getol melakukan PSN di antaranya
adalah Desa Tejo, Sarangan, Piyak,
Kabalan, Prigi dan Pesen. Desa-desa itu memasang spanduk dan banner PSN dengan
cara 3M Plus di lokasi strategis.
Camat Kanor Subiyono berharap, dengan
gerakkan PSN melalui 3M Plus ini warga tidak tergantung lagi dengan fogging
untuk memberantas DBD. Karena paling efektif adalah dengan menggiatkan kader
jumantik agar jentik-jentik nyamuk DBD tidak berkembang menjadi nyamuk.
“Saya sudah menginstruksi kepada semua
desa untuk menggerakkan kader-kader jumantik yang sudah ada di masing-masing
desa. Dengan begitu serangan DBD dapat dicegah,” pungkas mantan Camat Temayang
itu.(*)
0 comments:
Post a Comment